Jumat, 12 Februari 2016

Efektivitas Hedge Accounting menggunakan Instrumen Derivatif Forward terhadap risiko perubahan kurs

I.      Pendahuluan
Berdasarkan PBI 17/03/2015 untuk perusahaan yang mempunyai transaksi diluar dari klasifikasi berikut :
a)     transaksi tertentu dalam rangka pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara;
b)    penerimaan atau pemberian hibah dari atau ke luar negeri;
c)     transaksi perdagangan internasional;
d)    simpanan di Bank dalam bentuk valuta asing; atau
e)     transaksi pembiayaan internasional.
Wajib menggunakan Rupiah sebagai alat transaksinya dalam melakukan pembayaran, penyelesaian kewajiban dan transaksi keuangan laiinnya di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), meskipun perusahaan tersebut memiliki hutang dalam foreign currency atau pun jika perusahaan tersebut memiliki mata uang fungsional selain Rupiah, karena hal ini akan menimbulkan risiko terhadap perubahan nilai tukar (foreign exchange) pada perusahaan tersebut, jika dalam hal ini penjuala suata perusahaan mendapatkan pendapatan dalam Rupiah.
Pelaksanaan transaksi lindung nilai adalah satu – satu nya jalan yang dapat dilakukan perusahaan untuk memitigasi risiko terhadap perubahan nilai tukar, saat perusahaan dapat memenuhi kriteria – kriteria tertentu dalam melakukan transaksi lindung nilai, perusahaan dapat meberlakukan akuntansi lindung nilai pada transaksi loan yang harus dibayarkan oleh perusahaan tersebut. Salah salah satu intrumen derivatif yang sering digunakan untuk melakukan transaksi lindung nilai terhadap eksposur perubahan kurs adalah FX Forward, kemudahan untuk masuk dalam transaksi Forward merupakan salah satu penyebab mengapa Forward merupakan instrumen derivatif yang sering digunakan untuk melakukan transaksi lindung nilai.
Namun, faktanya loan yang harus dibayarkan pada suatu tanggal perjanjian (tanggal maturity) menggunakan spot rate pada tanggal tersebut sementara forward menggunakan Contract Rate yang didapat dari Forward Rate pada tanggal Execute nya. Hal ini menyebabkan tanda tanya apakah penggunaan Forward dapat memberikan tingkat efektivitas sampai 100% dalam transaksi lindung nilainya karena kenyataan di lapangan selalu terdapat selisih antara Forward Rate dengan Spot Rate.
II.      Pembahasan
Juan Ramirez dalam bukunya Accounting for Derivatives : Advanced Hedging under IFRS (hal 54, 3.4.1 Summary of Most Popular Hedging Derivatives – Foreign Exchange Risk) mengatakan “FX Forward is the most friendly FX instrument to qualify for hedge accounting. Effectiveness assessment can be based either on spot or on forward rates. If based on spot rates, changes in fair value due to forward points are recognised in P&L.”
Yang kurang lebih maksudnya adalah FX Forward merupakan derivatif yang paling mudah digunakan dalam rangka memenuhi syarat akuntansi lindung nilai, penilaian efektivitas dapat didasarkan baik pada spot rate ataupun pada forward rate. Jika didasarkan pada spot rate, perubahan (perbedaan) terhadap forward rate diakui di P&L. dimana pada buku yang sama (hal 31) dikatakan bahwa terdapat 4 (empat) cara yang dapat dipilih untuk menghitung efektivitas kativitas lindung nilai menggunakan Forward, yaitu :
1.     Spot-to-spot comparison. Penilaian efektivitas berdasarkan perubahan kurs spot. Dengan demikian, tidak termasuk dari penilaian dampak perubahan Forward rate.
2.     Forward-to-forward comparison. Penilaian efektivitas berdasarkan perubahan Forward rate. Dengan demikian, tidak termasuk dari penilaian dampak perubahan kurs spot.
3.     Spot-to-forward comparison. Penilaian efektivitas berdasarkan perubahan kurs spot untuk item lindung nilai dan forward rate untuk instrumen lindung nilai, pada prakteknya tidaklah masuk akal jika menerapkan alternatif ini.
4.     Forward-to­-spot comparison. Penilaian efektivitas berdasarkan perubahan kurs spot untuk instrumen lindung nilai dan forward rate untuk item lindung nilai, pada prakteknya tidaklah masuk akal jika menerapkan alternatif ini
Dibawah  ini merupakan contoh kasus saat sebuah perusahaan menggunakan FX Forward untuk melakukan lindung nilai penjualannya. (Hal 55 Case 3.1)
Pada kasus diatas, perusahaan akan menjual barang dagangnya ke klien Amerika, penjualan yang dilakukan menggunakan mata uang US$, sementara perusahaan tersebut menggunakan EUR sebagai mata uangn fungsionalnya, akibat nya perusahaan terekpose terhadap risiko perubahan nilai tukar mata uang USD/EUR khususnya jika EUR melemah terhadap USD.
Untuk melindungi terhadap risiko tersebut, perusahaan ABC melakukan kontrak FX Forward dengan

Bank XYZ dengan nilai (Notional Amount) yang sama dengan penjualannya (US$ 100 Juta) dan “mengunci” rate EUR ke USD senilai 1.2500 yang artinya pada tanggal berakhirnya kontrak Forward perusahaan akan membayar US$ 100 Juta ke Bank XYZ dan perusahaan akan mendapatkan EUR 80 Juta dari Bank XYZ, pada sekrenario ini, US$ 100 Juta yang dibayarkan oleh ABC didapat dari pelunasan penjualan yang dilakukan perusahaan ABC terhadap klien Amerika nya itu. Jadi akibat transaksi ini, “seolah-olah” Perusahaan ABC melakukan transaksi penjualan dengan klien Amerikanya senilai EUR 80 Million.
Berikut terdapat informasi tambahan dalam transaksi diatas :

Pada informasi ini, dikatakan bahwa lindung nilai yang dilakukan oleh perusahaan ABC adalah lindung nilai terhadap arus kas, perusahaan ABC memutuskan untuk menggunakan selisih FX forward untuk menilai efektivitas dari transaksi lindung nilai tersebut (forward-to-forward comparison).
Saat Perusahaan ABC memenuhi beberapa kriteria yang disyaratkan PSAK 55 (IAS 39), perusahaan ABC dapat menerapkan akuntansi lindung nilai, dimana harus dilakukan tes Prospektif & tes Retrospektif dimana pada :
  1. Tes Prospektif : Perusahaan ABC menggunakan critical terms method untuk menghitung tes prospektif, karena (i) perkiraan transaksi penjualan tersebut sama persis dengan forward; (ii) risiko kredit terkait dengan Bank XYZ untuk instrumen lindung nilai dianggap sangat rendah, Perusahaan ABC mengharapkan bahwa perubahan nilai wajar arus kas yang diharapkan dari transaksi penjualannya menjadi sepenuhnya diimbangi dengan perubahan nilai wajar dari Forward.
  2. Tes Retrospektif : Sebuah tes retrospektif dilakukan pada setiap tanggal pelaporan dan pada saat jatuh tempo lindung nilai. ABC digunakan metode analisis rasio. Rasio ini membandingkan (sejak awal lindung nilai) perubahan nilai wajar dari aliran kas yang diharapkan atas transaksi penjualan dengan perubahan (sejak awal lindung nilai) nilai wajar dari Forward. Lindung nilai diasumsikan efektif secara retrospektif jika hasil rasio antara 80% dan 125%. Untuk perhitungan retrospektif, berikut data spot rate dan forward rate :

Sehingga hasil perhitungan Instrumen Lindung Nilai adalah sebagai berikut :


Dan hasil perhitungan perhitungan dari ekspetasi aliran kas atas transaksi penjualan adalah sebagai berikut :


Perubahan nilai wajar dari item lindung nilai merupakan nilai absolut, sama dengan derivatifnya. Fluktuasi nilai wajar dari item lindung nilai dan instrumen lindung nilai bertepatan, tidak ada ketidakefektivan atas transaksi ini. Dengan kata lain, lindung nilai adalah 100% efektif. Sehingga:

Dibawah ini adalah jurnal yang harus dilakukan oleh perusahaan ABC atas penerapan akuntasi lindung nilai:




Dari jurnal diatas, dapat terlihat, tanpa forward transaksi penjualan perusahan ABC sebesar USD 100 juta akan menimbulkan kerugian sebesar EUR 4.242.000 akibat selisih kurs yang terjadi antara maret 20x5 dan juni 20x5. Dibawah ini merupakan summary dari jurnal-jurnal diatas.




III.        Kesimpulan
Pada ilustrasi diatas, dapat dilihat meskipun terdapat selisih antara spot rate dan forward rate sehingga tetap terdapat perbedaan antara other gain / losses nya, namun Cash flow yang diterima & EBTnya adalah senilai kontrak forward EUR 80 juta, hal itu disebabkan laba yang diperoleh akibat keuntungan forward senilai EUR 4.224.000 benar-benar diterima oleh ABC (yang dibayarkan oleh Bank XYZ). 



Daftar pustaka :
Ramirez; Juan, Accounting for Derivative : Advanced Hedging under IFRS, John wiley & Sons Corp; England : 2007